Sering kali kita tertarik kepada hal-hal yang berskala ‘besar’ atau ‘hebat’, misalnya: para tokoh dan pemimpin bangsa yang terkenal di dunia, tokoh bisnis yang sukses, para ahli – profesor, doktor – di bidangnya, dan lain sebagainya. Berbagai buku mengenai rahasia kesuksesan sudah diterbitkan agar para pembaca dapat mempelajarinya. Begitu banyak seminar diadakan untuk membagikan rahasia ‘kehebatan’ dan ‘kebesaran’ di bidang usaha, kesehatan, dan sebagainya. Banyak orang ingin mengetahui rahasia dibalik kesuksesan orang-orang besar tersebut, jika memungkinkan dapat dipraktikkan dalam hidup mereka!
Bagaimana dengan Alkitab yang kita miliki? Firman Tuhan justru mengajarkan supaya kita belajar pada binatang-binatang yang kelihatannya kecil dan lemah! Amsal 30:24-28 menuliskan, “Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas; pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu; belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur; cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja.” Semut, pelanduk, belalang dan cicak seakan tidak memiliki kekuatan hebat bahkan dikatakan terkecil di bumi, namun mereka bersama menuju kepada suatu perlindungan yang kuat!
Mengapa hal ini ditulis di dalam kitab Amsal? Apa arti Amsal itu? Amsal 1:1-7 menyatakannya demikian, “Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel, untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna, untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda— baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan— untuk mengerti amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak. Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.”
Penulis Amsal adalah raja Salomo yang menerima hikmat dari Allah karena dia memintanya dengan segenap hati. Amsal berguna bagi semua manusia – orang dewasa, pemuda-pemudi, pria-wanita – supaya mereka belajar takut kepada Tuhan. Hikmat memang sangat diperlukan oleh setiap manusia untuk menemukan solusi atau jalan keluar bagi semua persoalan yang mereka hadapi. Kita sangat membutuhkan pertolongan Firman Tuhan untuk menghadapi hari esok, lusa dan masa depan kita. Oleh sebab itu kita harus belajar Firman Allah – Alkitab – dengan sungguh-sungguh! Rasul Paulus menyatakan bahwa Kristus Yesus adalah hikmat Allah dan kekuatan Allah (1 Korintus 1:24). Kristus Yesus adalah Firman Allah yang menjadi solusi bagi setiap pergumulan manusia!
Arti kata ‘Amsal’ adalah tulisan yang ringkas tetapi tajam; kalimat asalnya juga mengandung arti mengatur, memberi disiplin – secara umum disebut ‘etika’. Apakah kita rindu menemukan solusi yang tepat dalam setiap permasalahan yang dihadapi? Apakah kita rindu hidup kita diatur, memiliki disiplin dan etika yang baik dalam memecahkan masalah? Marilah kita mempelajari dengan serius seluruh tulisan Amsal yang ringkas dan tajam ini. Dalam menyelesaikan permasalahan, kita harus kembali kepada Firman Tuhan sebagai sumber hikmat yang benar, bukan mencari hikmat dunia yang malah menjauhkan kita dari Firman Tuhan!
Kembali kepada topik kita kali ini, “empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan”. Dalam bahasa Mandarin, ‘sangat cekatan’ berarti sangat berhikmat, sangat pandai, cekatan juga baik, selalu cepat, tidak berlambat-lambat. Bahasa Ibrani dan bahasa Inggris memiliki penjelasan yang lebih baik: (1) to be wise in mind, to be wise in word, to be wise in action; berhikmat – pintar atau bijaksana –dalam pikiran (otak), berhikmat dalam tutur kata, berhikmat dalam bertindak atau berbuat; (2) in intelligence, skillful or artful; keterampilan yang diperoleh karena berlatih!
Luar biasa! Latihan seperti apa yang dialami oleh empat binatang kecil itu dan siapayang melatih mereka? Keterampilan telah mereka miliki tanpa kita pernah mengetahuisejak kapan. Kapan semut belajar saling berkoordinasi dalam mencari makan? Kapan pelanduk mengorek-ngorek batu gunung untuk dijadikan tempat tinggal? Kapan belalang belajar berbaris? Kapan cicak diberi peraturan di mana mereka boleh tinggal? Jawabannya harus kembali kepada Pencipta dunia dan isinya, itulah Allah kita! Walaupun empat binatang itu tidak memiliki ‘gambar dan teladan Allah’, Allah telah menaruh suatu naluri kepada mereka. Terlebih, seharusnya semua itu ada pada kita – manusia – sebagai ‘gambar dan teladan Allah”. Puji Tuhan!
Keempat binatang tersebut dapat dibagi dalam dua golongan ditinjau dari kesamaan yang dimiliki mereka:
(1) Semut yang menyediakan makanan dan Belalang yang langsung melahap makanan;
1. Semut – menyediakan Makanan
Kita tidak pernah menemukan seekor semut hidup yang tidak bergerak atau berjalan. Dia selalu mondar-mandir berjalan ke sana kemari baik sendirian maupun berbaris bersama-sama. Semut dalam karakter Mandarin menggunakan huruf yang artinya ‘kuda’ disertai dengan huruf yang berarti ‘binatang melata’. Jadi semut seolah-olah memiliki power sekuat kuda, mondar-mandir tanpa lelah. Namun Firman Tuhan mengatakan bahwa semut itu ‘bangsa yang tidak kuat’. Semut tidak pernah beristirahat sekalipun mereka lemah! Mereka terus bekerja karena tahu bahwa mereka diciptakan bukan untuk makan saja tetapi menyediakan makanan untuk masa depan! Luar biasa! Jangan beralasan ‘kita lemah’ sehingga tidak mau ‘bekerja’ menyediakan makanan!
Raja Salomo menasihati para pemalas agar belajar dari semut, ”Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" — maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.” (Amsal 6:6-11) Beberapa orang tidak memiliki sifat seperti semut yang menyediakan makanan sebagai persiapan masa depan sehingga mereka baru ‘mencari’ makanan jika membutuhkannya. Itulah sikap seorang ‘pemalas’!
Sikap malas sangatlah tidak baik! Semut terus maju menghadapi rintangan yang ditemuinya saat mencari makan, sedangkan seorang pemalas tetap tidak mau maju sekalipun tidak ada rintangan. Kita harus ‘rajin’ tetapi rajin tanpa tujuan juga tidak baik! Seekor semut keluar dari sarang dengan satu tujuan pasti yaitu mencari makanan. Tidak pernah dia bolak-balik keluar masuk sarang tanpa membawa makanan. Bagaimana sikap rohani kita? Apakah kita hanya rajin mondar-mandir dan keluar-masuk gereja tanpa memiliki tujuan pasti? Apakah kita sudah ‘mempersiapkan makanan Firman Allah’ untuk menghadapi hari esok dengan segala permasalahannya? Ataukah kita hanya ke gereja karena terpesona perkara dunia yang menarik hati? Biarlah Firman Tuhan saja yang menjadi makanan rohani kita dan tetap kitakumpulkan sebagai persediaan makanan rohani di masa depan! Satu hal lagi sifat semut yang sungguh luar biasa yaitu dia tidak pernah menghabiskan makanan yang ditemui untuk dirinya sendiri! Dia akan segera menghubungi semut-semut lainnya untuk mengangkat makanan ke sarangnya dan menikmatinya bersama-sama. Itulah sikap semut yang luar biasa: tidak mementingkan diri sendiri dan selalu bekerja sama! Hendaklah kita senang berbagi dan bekerja samamengumpulkan Firman Tuhan – makanan rohani kita.
2. Belalang – melahap Makanan
Belalang ditulis sebagai “…yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur…” Salah satu tulah yang ditimpakan kepada bangsa Mesir pada waktu mereka menolak untuk membebaskan bangsa Israel adalah Allah mengirimkan belalang-belalang untuk melahap semua tanaman di negeri Mesir. Jutaan belalang datang dan berbaris teratur dengan satu tujuan: makan (Keluaran 10:12-19). Mereka menghabiskan semua tanaman di hadapan mereka karena mereka kelaparan. Tujuan mereka hanya satu: makan sampai kenyang. Biarlah kita selalu lapar dalam hal mendengarkan Firman Tuhan – kebenaran, apalagi Tuhan Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” (Matius 5:6). Jika kita pergi ke kebaktian dalam keadaan lapar akan kebenaran Firman Tuhan, kita pasti dikenyangkan oleh-Nya. Mari kita makan Firman Tuhan sampai kenyang, jangan sisakan sedikitpun dengan sikap memilih mana yang cocok, mana yang sesuai kebutuhan atau sesuai selera!
Belalang juga dikatakan ‘tidak ada rajanya’. Dalam karakter Mandarin digunakan tiga huruf yang berarti binatang, putih, dan raja. Bangsa Cina pada zaman dahulu telah melihat – menyaksikan – sekelompok binatang yang datang dengan begitu kompak, serentak, dan bersatu! Mereka datang tanpa raja tetapi bersikap dan bertindak seperti raja yang memiliki kekuasaan! Apa yang diinginkan seorang raja? Kesatuan! Kesatuan seluruh warga negara yang dipimpinnya. Bagaimana dengan sikap ibadah dan pelayanan kita kepada Tuhan Yesus di gereja? Kita harus memiliki kesatuan – kekompakan – dengan sesama rekan sepelayanan karena kita bekerja memakan makanan rohani yang sama, yaitu Firman Allah (bdng Yohanes 6:27)! Dua contoh sifat di atas – semut dan belalang – yang memiliki kesamaan dalam hal ‘makanan’ telah memberi kita suatu konsep yaitu agar kita bekerja keras dengan tujuan yang tepat – jasmani dan rohani – serta makan makanan yang benar! Namun jangan kita hanya bekerja untuk makan atau mengumpulkan makanan saja melainkan juga belajar memikirkan keselamatan hidup kita! Dunia mengenal berbagai jenis asuransi: asuransi jiwa, kecelakaan, kebakaran, kesehatan, dan sebagainya. Biarlah kita mau mengasuransikan jiwa kita untuk sesuatu yang bersifat kekal. Berikut kita akan mempelajari sifat dari dua binatang kecil yang memiliki kesamaan berkaitan dengan perlindungan, yaitu pelanduk dan cicak.
3. Pelanduk – memiliki Perlindungan
Pelanduk adalah binatang yang lemah sehingga Tuhan tidak memberikan mereka tempat tinggal di hutan, di pohon atau di tempat-tempat ‘biasa’. Tuhan memberi mereka tempat di batu karang. Bagi kita sekarang, ‘batu karang rohani’ yang kita kenal hanyalah Tuhan Yesus Kristus! Pernyataan yang tertulis dalam 1 Korintus 10:3-4 sudah sering dibaca dan didengar oleh orang Kristen, namun berapa banyak orang Kristen mempercayakan hidupnya kepada Batu Karang Rohani itu – berlindung kepada-Nya? Kita harus masuk ke dalam Firman-Nya, ke dalam janji-Nya, ke dalam kurban-Nya! Jangan hanya diucapkan saja tetapi harus dipraktikkan.
Allah menegur bangsa Israel di Ulangan 32:1-6 , “Pasanglah telingamu, ... Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna,karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia. Berlaku busuk terhadap Dia, mereka yang bukan lagi anak-anak-Nya, yang merupakan noda, suatu angkatan yang bengkok dan belat-belit. Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap TUHAN, hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?” Ayat ini membuktikan bahwa Allah adalah Batu Karang, jauh sebelum kitab Amsal dan surat 1 Korintus ditulis!
Allah mengetahui bahwa suatu saat bangsa Israel akan meninggalkan Dia sebagai Batu Karang mereka. Sifat manusiawi membuat mereka hanya berseru kepada Tuhan saat menghadapi masalah. Jika masalah selesai, Tuhan ditinggalkan. Ada masalah, kembali mereka berseru kepada Tuhan, demikian seterusnya. Apakah ini menjadi sikap kita? Pelanduk secara jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan semut atau belalang yang dapat mencapai ribuan ekor. Poin ini lebih memfokuskan pada pribadi dalam lingkup yang lebih kecil: suami-istri, orang tua dan anak (=keluarga). Sudahkah kita bersikap membawa kehidupan kita, keluarga kita ke dalam ‘zona’ perlindungan Allah?
Dalam bahasa Ibrani, ‘pelanduk’ mengandung arti menyembunyikan diri. Raja Daud menulis kebenaran itu demikian, “… gunung-gunung tinggi adalah bagi kambing-kambing hutan, bukit-bukit batu adalah tempat perlindungan bagi pelanduk.” (Mazmur 104:17-18) Allah sudah menyediakan diri-Nya menjadi Batu Karang Keselamatan. Putra Allah yang tersalib – Yesus Kristus – adalah tempat perlindungan sejati bagi kita!
4. Cicak
Mengapa harus ditambah lagi dengan cicak? Dalam bahasa Indonesia ditulis, “cicak yang dapat kautangkap dengan tangan”, namun dalam bahasa aslinya – Ibrani – dan juga Mandarin memiliki arti ‘berpegang atau memegang dengan erat’. Secara fisik, cicak – laba-laba dalam bahasa lain – adalah binatang yang memiliki kemampuan untuk menempel di dinding, di segala permukaan. Mereka ‘memegang erat’ dinding istana raja. Marilah kita memegang erat tujuan akhir perjalanan rohani kita, yaitu suatu tempat yang aman, kuat, dan tidak tergoyahkan. Kerajaan di dunia ini dengan segala kemegahannya kelak akan hancur, tetapi tujuan kita adalah Kerajaan yang tidak tergoyahkan: Kerajaan Surga, kota Yerusalem Baru, istana Tuhan kita Yesus Kristus!
Kalau kita melihat kembali poin ke-1 (semut) dan ke-2 (belalang), mereka terkait akan makanan – keperluan hidup sehari-hari – dan dapat kita tarik garis horisontal. Saat melihat poin ke-3 (pelanduk) dan ke-4 (cicak), mereka berkaitan dengan perlindungan di bumi (batu karang) sampai di surga (istana raja surga) – ada garis vertikal ke atas. Jadi sekilas kita melihat gambar salib Kristus. Jangan kita memilih salah satu atau beberapa binatang dari empat sifat yang telah dituliskan oleh Amsal ini! Tuhan adalah perlindungan kita sehingga kita dijadikan: (1) Semut yang rajin; (2) Belalang yang tertib; (3) Pelanduk yang tahu menyembunyikan diri di dalam Batu Karang Yesus; (4) Cicak yang terlindung sempurna dalam istana surga, kota Yerusalem Baru. Sekarang kita sedang berjalan bersama menuju kota yang sangat mulia itu. Percayalah bahwa hanya salib Kristus yang dapat membawa kita sampai ke kota Yerusalem Baru.
Amin!
Bagaimana dengan Alkitab yang kita miliki? Firman Tuhan justru mengajarkan supaya kita belajar pada binatang-binatang yang kelihatannya kecil dan lemah! Amsal 30:24-28 menuliskan, “Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan: semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas; pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di bukit batu; belalang yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur; cicak yang dapat kautangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-istana raja.” Semut, pelanduk, belalang dan cicak seakan tidak memiliki kekuatan hebat bahkan dikatakan terkecil di bumi, namun mereka bersama menuju kepada suatu perlindungan yang kuat!
Penulis Amsal adalah raja Salomo yang menerima hikmat dari Allah karena dia memintanya dengan segenap hati. Amsal berguna bagi semua manusia – orang dewasa, pemuda-pemudi, pria-wanita – supaya mereka belajar takut kepada Tuhan. Hikmat memang sangat diperlukan oleh setiap manusia untuk menemukan solusi atau jalan keluar bagi semua persoalan yang mereka hadapi. Kita sangat membutuhkan pertolongan Firman Tuhan untuk menghadapi hari esok, lusa dan masa depan kita. Oleh sebab itu kita harus belajar Firman Allah – Alkitab – dengan sungguh-sungguh! Rasul Paulus menyatakan bahwa Kristus Yesus adalah hikmat Allah dan kekuatan Allah (1 Korintus 1:24). Kristus Yesus adalah Firman Allah yang menjadi solusi bagi setiap pergumulan manusia!
Arti kata ‘Amsal’ adalah tulisan yang ringkas tetapi tajam; kalimat asalnya juga mengandung arti mengatur, memberi disiplin – secara umum disebut ‘etika’. Apakah kita rindu menemukan solusi yang tepat dalam setiap permasalahan yang dihadapi? Apakah kita rindu hidup kita diatur, memiliki disiplin dan etika yang baik dalam memecahkan masalah? Marilah kita mempelajari dengan serius seluruh tulisan Amsal yang ringkas dan tajam ini. Dalam menyelesaikan permasalahan, kita harus kembali kepada Firman Tuhan sebagai sumber hikmat yang benar, bukan mencari hikmat dunia yang malah menjauhkan kita dari Firman Tuhan!
Kembali kepada topik kita kali ini, “empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat cekatan”. Dalam bahasa Mandarin, ‘sangat cekatan’ berarti sangat berhikmat, sangat pandai, cekatan juga baik, selalu cepat, tidak berlambat-lambat. Bahasa Ibrani dan bahasa Inggris memiliki penjelasan yang lebih baik: (1) to be wise in mind, to be wise in word, to be wise in action; berhikmat – pintar atau bijaksana –dalam pikiran (otak), berhikmat dalam tutur kata, berhikmat dalam bertindak atau berbuat; (2) in intelligence, skillful or artful; keterampilan yang diperoleh karena berlatih!
Luar biasa! Latihan seperti apa yang dialami oleh empat binatang kecil itu dan siapayang melatih mereka? Keterampilan telah mereka miliki tanpa kita pernah mengetahuisejak kapan. Kapan semut belajar saling berkoordinasi dalam mencari makan? Kapan pelanduk mengorek-ngorek batu gunung untuk dijadikan tempat tinggal? Kapan belalang belajar berbaris? Kapan cicak diberi peraturan di mana mereka boleh tinggal? Jawabannya harus kembali kepada Pencipta dunia dan isinya, itulah Allah kita! Walaupun empat binatang itu tidak memiliki ‘gambar dan teladan Allah’, Allah telah menaruh suatu naluri kepada mereka. Terlebih, seharusnya semua itu ada pada kita – manusia – sebagai ‘gambar dan teladan Allah”. Puji Tuhan!
Keempat binatang tersebut dapat dibagi dalam dua golongan ditinjau dari kesamaan yang dimiliki mereka:
(1) Semut yang menyediakan makanan dan Belalang yang langsung melahap makanan;
(2) Pelanduk yang mencari perlindungan dan Cicak yang tinggal di istana raja – area yang sangat dilindungi, tidak sembarang orang boleh masuk. Jadi ada dua macam kebutuhan: makanan dan perlindungan. Kita akan mulai membahas kebutuhan makanan yang berkaitan dengan semut dan belalang.
1. Semut – menyediakan Makanan
Kita tidak pernah menemukan seekor semut hidup yang tidak bergerak atau berjalan. Dia selalu mondar-mandir berjalan ke sana kemari baik sendirian maupun berbaris bersama-sama. Semut dalam karakter Mandarin menggunakan huruf yang artinya ‘kuda’ disertai dengan huruf yang berarti ‘binatang melata’. Jadi semut seolah-olah memiliki power sekuat kuda, mondar-mandir tanpa lelah. Namun Firman Tuhan mengatakan bahwa semut itu ‘bangsa yang tidak kuat’. Semut tidak pernah beristirahat sekalipun mereka lemah! Mereka terus bekerja karena tahu bahwa mereka diciptakan bukan untuk makan saja tetapi menyediakan makanan untuk masa depan! Luar biasa! Jangan beralasan ‘kita lemah’ sehingga tidak mau ‘bekerja’ menyediakan makanan!
Raja Salomo menasihati para pemalas agar belajar dari semut, ”Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" — maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.” (Amsal 6:6-11) Beberapa orang tidak memiliki sifat seperti semut yang menyediakan makanan sebagai persiapan masa depan sehingga mereka baru ‘mencari’ makanan jika membutuhkannya. Itulah sikap seorang ‘pemalas’!
Sikap malas sangatlah tidak baik! Semut terus maju menghadapi rintangan yang ditemuinya saat mencari makan, sedangkan seorang pemalas tetap tidak mau maju sekalipun tidak ada rintangan. Kita harus ‘rajin’ tetapi rajin tanpa tujuan juga tidak baik! Seekor semut keluar dari sarang dengan satu tujuan pasti yaitu mencari makanan. Tidak pernah dia bolak-balik keluar masuk sarang tanpa membawa makanan. Bagaimana sikap rohani kita? Apakah kita hanya rajin mondar-mandir dan keluar-masuk gereja tanpa memiliki tujuan pasti? Apakah kita sudah ‘mempersiapkan makanan Firman Allah’ untuk menghadapi hari esok dengan segala permasalahannya? Ataukah kita hanya ke gereja karena terpesona perkara dunia yang menarik hati? Biarlah Firman Tuhan saja yang menjadi makanan rohani kita dan tetap kitakumpulkan sebagai persediaan makanan rohani di masa depan!
2. Belalang – melahap Makanan
Belalang ditulis sebagai “…yang tidak mempunyai raja, namun semuanya berbaris dengan teratur…” Salah satu tulah yang ditimpakan kepada bangsa Mesir pada waktu mereka menolak untuk membebaskan bangsa Israel adalah Allah mengirimkan belalang-belalang untuk melahap semua tanaman di negeri Mesir. Jutaan belalang datang dan berbaris teratur dengan satu tujuan: makan (Keluaran 10:12-19). Mereka menghabiskan semua tanaman di hadapan mereka karena mereka kelaparan. Tujuan mereka hanya satu: makan sampai kenyang.
Belalang juga dikatakan ‘tidak ada rajanya’. Dalam karakter Mandarin digunakan tiga huruf yang berarti binatang, putih, dan raja. Bangsa Cina pada zaman dahulu telah melihat – menyaksikan – sekelompok binatang yang datang dengan begitu kompak, serentak, dan bersatu! Mereka datang tanpa raja tetapi bersikap dan bertindak seperti raja yang memiliki kekuasaan! Apa yang diinginkan seorang raja? Kesatuan! Kesatuan seluruh warga negara yang dipimpinnya. Bagaimana dengan sikap ibadah dan pelayanan kita kepada Tuhan Yesus di gereja? Kita harus memiliki kesatuan – kekompakan – dengan sesama rekan sepelayanan karena kita bekerja memakan makanan rohani yang sama, yaitu Firman Allah (bdng Yohanes 6:27)!
3. Pelanduk – memiliki Perlindungan
Pelanduk adalah binatang yang lemah sehingga Tuhan tidak memberikan mereka tempat tinggal di hutan, di pohon atau di tempat-tempat ‘biasa’. Tuhan memberi mereka tempat di batu karang. Bagi kita sekarang, ‘batu karang rohani’ yang kita kenal hanyalah Tuhan Yesus Kristus! Pernyataan yang tertulis dalam 1 Korintus 10:3-4 sudah sering dibaca dan didengar oleh orang Kristen, namun berapa banyak orang Kristen mempercayakan hidupnya kepada Batu Karang Rohani itu – berlindung kepada-Nya? Kita harus masuk ke dalam Firman-Nya, ke dalam janji-Nya, ke dalam kurban-Nya! Jangan hanya diucapkan saja tetapi harus dipraktikkan.
Allah menegur bangsa Israel di Ulangan 32:1-6 , “Pasanglah telingamu, ... Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna,karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia. Berlaku busuk terhadap Dia, mereka yang bukan lagi anak-anak-Nya, yang merupakan noda, suatu angkatan yang bengkok dan belat-belit. Demikianlah engkau mengadakan pembalasan terhadap TUHAN, hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang menjadikan dan menegakkan engkau?” Ayat ini membuktikan bahwa Allah adalah Batu Karang, jauh sebelum kitab Amsal dan surat 1 Korintus ditulis!
Allah mengetahui bahwa suatu saat bangsa Israel akan meninggalkan Dia sebagai Batu Karang mereka. Sifat manusiawi membuat mereka hanya berseru kepada Tuhan saat menghadapi masalah. Jika masalah selesai, Tuhan ditinggalkan. Ada masalah, kembali mereka berseru kepada Tuhan, demikian seterusnya. Apakah ini menjadi sikap kita? Pelanduk secara jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan semut atau belalang yang dapat mencapai ribuan ekor. Poin ini lebih memfokuskan pada pribadi dalam lingkup yang lebih kecil: suami-istri, orang tua dan anak (=keluarga). Sudahkah kita bersikap membawa kehidupan kita, keluarga kita ke dalam ‘zona’ perlindungan Allah?
Dalam bahasa Ibrani, ‘pelanduk’ mengandung arti menyembunyikan diri. Raja Daud menulis kebenaran itu demikian, “… gunung-gunung tinggi adalah bagi kambing-kambing hutan, bukit-bukit batu adalah tempat perlindungan bagi pelanduk.” (Mazmur 104:17-18) Allah sudah menyediakan diri-Nya menjadi Batu Karang Keselamatan. Putra Allah yang tersalib – Yesus Kristus – adalah tempat perlindungan sejati bagi kita!
4. Cicak
Mengapa harus ditambah lagi dengan cicak? Dalam bahasa Indonesia ditulis, “cicak yang dapat kautangkap dengan tangan”, namun dalam bahasa aslinya – Ibrani – dan juga Mandarin memiliki arti ‘berpegang atau memegang dengan erat’. Secara fisik, cicak – laba-laba dalam bahasa lain – adalah binatang yang memiliki kemampuan untuk menempel di dinding, di segala permukaan. Mereka ‘memegang erat’ dinding istana raja. Marilah kita memegang erat tujuan akhir perjalanan rohani kita, yaitu suatu tempat yang aman, kuat, dan tidak tergoyahkan. Kerajaan di dunia ini dengan segala kemegahannya kelak akan hancur, tetapi tujuan kita adalah Kerajaan yang tidak tergoyahkan: Kerajaan Surga, kota Yerusalem Baru, istana Tuhan kita Yesus Kristus!
Kalau kita melihat kembali poin ke-1 (semut) dan ke-2 (belalang), mereka terkait akan makanan – keperluan hidup sehari-hari – dan dapat kita tarik garis horisontal. Saat melihat poin ke-3 (pelanduk) dan ke-4 (cicak), mereka berkaitan dengan perlindungan di bumi (batu karang) sampai di surga (istana raja surga) – ada garis vertikal ke atas. Jadi sekilas kita melihat gambar salib Kristus. Jangan kita memilih salah satu atau beberapa binatang dari empat sifat yang telah dituliskan oleh Amsal ini! Tuhan adalah perlindungan kita sehingga kita dijadikan: (1) Semut yang rajin; (2) Belalang yang tertib; (3) Pelanduk yang tahu menyembunyikan diri di dalam Batu Karang Yesus; (4) Cicak yang terlindung sempurna dalam istana surga, kota Yerusalem Baru. Sekarang kita sedang berjalan bersama menuju kota yang sangat mulia itu. Percayalah bahwa hanya salib Kristus yang dapat membawa kita sampai ke kota Yerusalem Baru.
Amin!